Mengenal Butet Manurung, Pendiri Sekolah Rimba – Perkataan yang dilontarkan Butet Manurung si Pendiri Sekolah Rimba jika ditanya mengenai perjuangannya adalah “Sejak September 1999 sampai Mei 2000, Aku berputar keluar masuk hutan, terus menerus ditolak dan diusir.” Walaupun ditolak dan selalu diusir, semangat dari Butet Manurung tidak pernah padam. Dengan perjuangannya yang gigih itu, dia disebut sebagai pahlawan masa kini.
Beliau merupakan sarjana yang mengambil jurusan antropologi yang bekerja di Warung Informasi Konservasi, sebah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang khusus untuk menangani permasalahan hutan di Sumatera. Di dalam lembaga ini, Butet Manurung ditugaskan dalam bidang pendidikan.
Pada awalnya, Butet sangat ingin menyampaikan tugas yang sangat sederhana, yaitu agar anak-anak orang Rimba tidak buta huruf. Orang Rimba adalah pendudukan yang tinggal atau berpindah-pindah didalam kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Duabelas di Jambi dan Sumatera Selatan. Mereka tinggal didaerah seluas hampir 60,000 hektare hutan hujan tropis didataran Sumatera. Mereka memenuhi kebutuhan hidup dari hasil di alam.
Mereka yang tinggal di hutan rimba tidak mengenal baca dan tulis serta berhitung. Hal ini tentu saja memiliki dampak negatif untuk orang Rimba karena sering ditipu oleh orang Terang (Orang Terang adalah sebutan bagi orang kota atau desa).
Orang Terang melakukan perjanjian yang berisikan surat jual beli tanah yang dilakukan terhadap orang Rimba, karena ketidakbisaan dalam membaca dan menulis, orang Terang pun melakukan pengecapan pada orang Rimba. Berbagai ketidakberuntungan selalu dialami oleh orang Rimba.
Oleh karena itu, Butet menyadari bahwa kemampuan baca, tulis dan berhitung harus dimiliki oleh orang Rimba. Ia pun terus berjuang untuk menyebarkan ilmu yang dimilikinya walaupun berbagai penolakan terus saja datang. Alasannya adalah karena orang Rimba takut menghilangkan adat istiadat jika semua orang Rimba bisa membaca, menulis dan berhitung.
Perjuangan Butet Manurung ini berjalan bertahun lamanya untuk mendekatkan diri pada anak-anak orang Rimba. Ia melakukan ini secara bersembunyi. Tak lelah Ia selalu keluar masuk hutan demi anak didiknya ini. Walaupun sangat susah untuk bertemu mereka karena hutan yang sangat luas.
Perjuangannya pun tidak berakhir sia-sia. Ia dikenal sebagai “Ibu Guru” di sekolah Rimba. Metode yang diajarkannya pun sangat sederhana seperti metode cepat membaca dan berhitung. Hal ini dapat dikuasai oleh anak muridnya dalam waktu tiga minggu. Metode kreatif lainnya pun diajarkan oleh Butet dengan memanfaatkan alam disekitarnya.
Kini sekolah didalam hutan rimba tersebut telah menjadi oraganisasi yang bernama “Soloka” yang berjalan selama 14 tahun. Soloka ini terus mengembangkan niat baiknya untuk memberantas buta huruf dan angka.
Berkat perjuangannya ini, Butet Manurung mendapatkan beberapa perolehan penghargaan. Diantaranya adalah penghargaan “Man and Biospher” dari UNESCO dan LIPI pada 2001, dan menjadi salah satu pahlawan versi majalah Time di 2004 dan penghargaan Magsaysay sebagai hadiah Nobel versi Asia.